TOKOH-TOKOH
GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM
1.
Taqiyuddin Ibnu
Taimiyah (1263-1350)
a.
Riwayat hidup
Ibnu Taymiyah
yang nama lengkapnya Taqiyudin Abdul Abbas bin abdul Halim bin Abdus salam bin
Taimiyah Al Harani Al Hanbali lahir pada tanggal 22 januari 1263 Miladiyah di
Kota Harran, siria. Ibnu Taimiyah pertama kali belajar ilmu agama kepada
ayahnya yang bernama Syihabudin yang terkenal alim dalam ilmu hadist dan khatib
terkenal di Masjid Damaskus, Siria. Kemudian ia melanjutkan belajar kepada
beberapa ulama terkenal seperti Zainudin Al Muqaddasy, Najamuddin Ibnu Syakir,
Zainab binti Makky dan ulama lain di kota Damaskus, Siria.
Pada masa hidupnya, ibnu taimiyah menyaksikan serbuan pasukan tartar telah
menggilis wilayah islam sejak dari tepi sungai Indus sampai sungai eufrat dan
terus bergerak maju menuju syam disatu sisi. Sementara di sisi lain untuk Islam
sepeninggal Imam Al Ghazali mengalami kemerosotan kembali yang cukup
mengesankan akibat logis dari pertempuran berat dan panjang ketika mengghadapi
pasukan tartar selama lima puluh tahun.
Dengannya umat islam dihantui oleh rasa
ketakutan dan gemetar dalam hati sanubari mereka.
Ketika orang-orang
Tartar berkuasa dan menanamkan pengaruhnya dikalangan umat para ulama,
fuqaha(ahli fiqih) dan para pengusa, moral dan kemerosotan umat islampun
makin menjadi-jadi dan bahkan jauh lebih hancur ketimbang masa-masa sebelumnya.
Taqlid buta merajalela, sehingga mazhab-mazhab fiqh dan aliran teknologi hampir
berubah menjadi agama. Ijtihadpun berubah menjadi suatu kemaksiatan, bid’ah dan khurafat disandarkan
pada hukum syara’ dan merujuk kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul merupakan
suatu dosa yang tidak terampunkan. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat Islam
makin terjerumus pada kebodohan dan kesesatan, sedangkan para ulama hanya
memiliki wawasan yang sempit.
Tidak lama kemudian
munculah seorang imam dan ulama hadits yang mencoba untuk memperbaiki umat
Islam yang tengah dilanda kezaliman dan kebobrokan. Imam tersebut adalah Ibnu
Taimiyah. Kegigihan dan ketinggian semangatnya dalam mendalami agama
menghantarkannya pada kedudukan mujtahid mutlak.
b.
Ide
Pembaharuanya
Kerangka
dasar pemikiran Ibnu Taimiyah adalah menunjukkan bahwa Islam dan pembaharuan Islam
memerlukan suatu cara, yaitu jalan tengah dan sintetik (buatan). Pada
kenyataannya, jalan tengah harus dipadukan dengan perkembangan dalam Islam yang
bermacam-macam tersebut dengan tetap berpegang pada ajaran pokok Islam yang
termaktub dalam al Qur’an dan Sunnah yang murni, yang tidak terkontaminasi oleh
budaya-budaya asing.
Adapun ide-ide
pembaharuan Ibnu Taimayah adalan sebagai berikut :
Pertama, melakukan kritik dengan cara yang
jauh lebih tajam dan ketat dibanding apa yang telah dilakukan oleh imam gazali.
Kedua, menegakkan dalil dan bukti
berdasarkan akidah, hukum dan kaidah-kaidah islam dengan sseirama dengan apa
yang dilakukan Imam Al Gazali, dan bahkan bila dilihat apa yang dikemukakan
Imam Al Gazali benyak sekali mempergunakan istilah-istilah logika.
Ketiga, Ibnu Taimiyah tidak saja menolak
segala bentuk taqlid buta, melainkan lebih dari itu.
Keempat, memerangi bid’ah, taqlid,
kemajuan berfikir, kesesatan aqidah, dan dekadensi moral.
Ijtihad dalam islam memegang peran yang sangat besar karena hanya dengan
prinsip inilah islam akan selalu menjadi dinamis, hidup dan maju serta tidak
akan pernah ketinggalan zaman. Dengan prinsip ijtihad inilah yang memungkinkan
perkembangan dan kemajuan yang bersinambungan didalam syari’ah.
2.
Muhammad Ibnu
Abdul Wahhab (1703-1787)
Muhammad bin
Abdul Wahab hidup di tengah-tengah keluarga yang dikenal dengan nama keluarga
‘Musyarraf’ (alu Musyarraf). Alu Musyarraf merupakan cabang dari kabilah Tamin.
Sedangkan Musyarraf adalah kakeknya yang ke-9 menurut riwayat yang rajah.
Dengan demikian nasabnya adalah Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali
Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhamad bin Buraid bin Musyaraf.
Dia
dilahirkan di daerah Uyainah pada tahun 1115 H, terletak di wilayah Yamamah
yang masih bagian dari Nejd. Uyainah berada di arah barat laut dari kota Riyadh
yang berjarak sekitar 70 KM. Ia wafat pada 29 Syawal 1206 H (1793) dalam usia
92 tahun, setelah mengabdikan diri dalam da'wah dan jihad, termasuk memangku
jabatan sebagai menteri penerangan kerajaan Arab Saudi.
Dia tumbuh
di lingkungan keluarga yang cinta ilmu. Ayahnya adalah seorang ulama besar
negara yang memegang jabatan peradilan di beberapa daerah. Kakeknya, Syaikh
Sulaiman bin Ali adalah seorang ulama terkemuka dan juga imam dalam ilmu fiqh.
Jabatan lain yang juga diemban Syaikh Sulaiman adalah sebagai mufti Negara. Di
bawah bimbingannya, lahir sejumlah ulama dan para murid yang tersebut di
seluruh semenanjung Arab. Maka, wajar jika kemudian lahir seorang keturunan
yang faqih dan alim pula. Muhammad bin Abdul Wahab hafal al-Qur'an sebelum
usianya mencapai sepuluh tahun, ia belajar fiqh dan hadits dengan ayahnya
sendiri, dan belajar tafsir dari guru-guru dari berbagai negeri, terutama di
Madinah al-Munawwarah serta memahami Tauhid dari al-Qur'an dan Sunnah.
Ibnu
Khadamah, seorang ulama Timur Tengah mengatakan, "Muhammad bin Abdul Wahab
telah menerapkan semangat menuntut ilmu sejak usia dini. Dia memiliki kebiasaan
yang sangat berbeda dengan dengan anak-anak sebayanya.
Dia tidak suka bermain-main dan perbuatan yang
sia-sia. Karena kecintaannya pada ilmu sangat tinggi, dan melihat kondisi
masyarakatnya yang kacau balau itulah yang membuat Muhammad bin Abdul Wahab
melanglang buana untuk bisa menimba ilmu dari para ulama. Ia pernah mengatakan
di dalam kitab al-Rasâil al-Syakhsiyyah, yang kemudian dinukil oleh Ibrahim bin
Usman bin Muhammad Al-Farisi di dalam kitab Asyhar Aimmah Da'wah Khilal
al-Qarnayn, “Diketahui bahwasannya penduduk negriku dan negeri Hijaj yang
mengingkari hari kebangkitan itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang
meyakininya, yang mengenal agama lebih sedikit jumlahnya dari pada yang tidak
mengenalnya, yang menyia-nyiakan shalat itu lebih banyak jumlahnya dari pada
yang menjaganya dan yang enggan mengeluarkan zakat itu lebih banyak jumlahnya dari
pada yang mengeluarkannya”. Dikatakan juga bahwa dalam diri Muhammad bin Abdul
Wahab terlihat adanya perpaduan antara karakter ayah dan pamannya.
Ia mempunyai ingatan yang cukup baik dan
kecintaan yang luar biasa dalam mencari ilmu, sehingga tidak jarang ia mendebat
ayah dan pamannya dalam berbagai masalah. Ia juga sering mendiskusikan kitab
al-Syarh al-Kabîr dan kitab al-Mugni wa al-Inshaf.
Ketika
berada di Madinah, ia melihat banyak ummat Islam di sana yang tidak menjalankan
syari'at dan berbuat syirik, seperti perbuatan mengunjungi makam seorang tokoh
agama kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan penghuninya. Hal ini menurut
dia sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk
tidak meminta selain kepada Allah. Hal inilah yang mendorong Syekh Muhammad bin
Abdul Wahab untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (‘aqîdah sahîhah). Ia
pun berjanji pada dirinya sendiri akan berjuang untuk mengembalikan akidah umat
Islam di sana sesuai keyakinannya, yaitu kepada akidah Islam yang murni
(Tauhid), jauh dari sifat khurâfat, takhayûl, atau bid'ah. Untuk itu, ia pun
mulai mempelajari berbagai buku yang ditulis para ulama terdahulu. Lama setelah
menetap di Madinah ia pindah ke Basrah. Di sana ia bermukim lebih lama sehingga
banyak ilmu-ilmu yang diperolehnya, terutama di bidang hadits dan
Musthalah-nya, fiqh dan ushl fiqh-nya, serta ilmu gramatika (ilmu qawâ’id).
Kondisi Nejd di Jaman Pemerintahan Dinasti Turki
Nejd adalah
suatu daerah yang sangat terpencil di pedalaman Arab Saudi, daerah yang tandus
dan tidak banyak diperhatikan orang sebelum timbulnya gerakan pembaharuan yang
dilancarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Walaupun daerah ini secara resmi
merupakan wilayah kekuasaan Turki pada saat itu, namun pemerintah Turki kurang
memperhatikan daerah itu, dan tidak mempunyai wakil pemerintahan yang efektif
di daerah yang dianggap tidak penting ini. Sehingga kabilah-kabilah Arab yang
mendiami daerah ini tetap sebagai kelompok-kelompok yang bebas di bawah
bimbingan kepala-kepala suku (‘amir-‘amir). Beberapa sejarawan seperti Ibnu
Ghudamah, Ibnu Basyar dan lainnya menggambarkan keadaan penduduk negeri Nejd
ketika itu banyak dikuasai oleh praktik-praktik bid'ah, khurâfat, kesyirikan
dan keterbelakangan dalam memahami agama-agama yang benar.
Pandangan masyarakat Nejd terhadap seseorang bergantung pada
nasab yang ia miliki. Pada masa itu masyarakat Nejd terbagi menjadi dua
kelompok atau dua golongan, Hadhari dan Badawi (Badui). Orang Badui konsisten
dengan kehidupan padang pasirnya. Mereka merasa bahwa orang-orang Hadhari lebih
rendah di hadapan mereka.
Di awal abad
ke-12 H, kawasan Nejd dikuasai oleh kabilah-kabilah. Setiap daerah memiliki
‘amir. Masing-masing daerah/kabilah memiliki kemerdekaan penuh mengatur rumah
tangganya sendiri sehingga lebih menyerupai kerajaan-kerajaan kecil. Daerah
Uyainah dipimpin oleh Alu Ma'mar, Riyayyah dipimpin oleh Alu Sa'ud, Riyadh oleh
Alu Duwas, Hail oleh Alu Ali, Qushaim oleh Alu Hujailan, dan bagian utara Nejd
oleh Alu Syubaib.
Lahirnya
Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
Dalam kondisi yang sangat sulit, situasi yang buruk, serta keadaan yang gelap
gulita, terbitlah cahaya kebenaran yang menyinari segenap ufuk cakrawala, yaitu
ketika Muhammad bin Abdul Wahab berusaha bangkit dengan membawa da'wah tauhid
dan sunnah Nabi. Peristiwa monumental tersebut terjadi pada pertengahan abad
ke-20 Hijriyah, ketika ayah ia masih hidup. Demi memikirkan masa depan agama
dan ummat, sang ayah ikut merasa prihatin. Namun, ia menyuruh putranya agar
tetap tegar. Ketika sang ayah meninggal dunia pada tahun 1153 H, Muhammad Bin
Abdul Wahab mulai berani terang-terangan menyingkap kebenaran, memantapkan
tauhid, mengibarkan sunnah Nabi saw, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah
dari yang mungkar. Ia mengingkari berbagai macam bid'ah atau sesuatu yang
diada-adakan dalam urusan akidah, ibadah dan istiada. Ia juga menyebarluaskan
ilmu, menegakkan hukum, menyingkap kejelekan keadaan orang-orang yang jahil,
serta menentang orang-orang yang suka berbuat bid'ah dan menuruti
keinginan-keinginan hawa nafsu. Pada waktu itulah ia menjadi terkenal dan ikut
bergabung bersamanya orang-orang yang ikhlas, shalih, dan bersemangat dalam
memperbaiki agama ini. Ada beberapa orang yang kemudian ikut bergabung
bersamanya, terlebih ketika ia melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang
dikeramatkan oleh banyak orang Uyainah. Selanjutnya, ia merobohkan
bangunan-bangunan yang berdiri di atas kuburan dan menghukum rajam terhadap
wanita yang mengaku kepadanya telah berzina setelah syarat-syaratnya terpenuhi.
Keberanian itu membuatnya semakin terkenal sehingga membuat banyak orang yang
kemudian bergabung membelanya secara terang-terangan. Sedangkan orang-orang
yang ragu menjadi takut dan juga segan kepadanya.
Dasar-Dasar
Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
Seruan
da'wah Muhammad bin Abdul Wahab adalah berdasarkan pada manhâj Islam yang benar
sesuai kaedah-kaedah serta prinsip-prinsip agama. Yang paling menonjol ialah
upaya untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata dan kesetiaan untuk selalu
mentaati Allah serta Rasulullah SAW. Ia sangat antusias dalam melakukan hal-hal
sebagai berikut :
· Menanamkan Tauhid secara
mendalam dan membasmi syirik serta berbagai macam bid'ah.
· Menegakkan
kewajiban-kewajiban agama dan syi'ar-syi'arnya, seperti shalat, jihad dan amar
ma'ruf nahi mungkar.
· Mewujudkan keadilan di
bidang hukum dan lainnya.
· Mendirikan masyarakat
Islam yang berdasarkan tauhid, sunah, persatuan, kemuliaan, perdamaian dan
keadilan.
Semua ini berhasil terwujud di negara-negara yang terjangkau atau yang telah
terpengaruh oleh da'wah dan seruannya. Gambaran tersebut nampak jelas di
wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Arab Saudi sebagai
pengibar bendera gerakan reformasi pada tiga abad periode. Setiap negara yang
terjangkau oleh gerakan ini akan kental dengan warna tauhid, iman, sunnah Nabi,
perdamaian dan kesejahteraan. Hal ini demi mewujudkan apa yang telah dijanjikan
oleh Allah di dalam firmanNya yang artinya,
"Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong
agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kuat lagi maha perkasa, yaitu
orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan
mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala
urusan" (QS. Al-Hajj:40-41).
Keistimewaan
Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
Da’wah yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab mempunyai banyak kesitimewaan,
diantaranya adalah :
1. Perilaku yang Jernih
Sesungguhnya
perilaku Muhammad bin Abdul Wahab telah tercermin di dalam pribadi, ilmu, sikap
agama, akhlak, dan pergaulannya terhadap orang-orang yang mendukung maupun yang
menentangnya.
2. Sumber Yang Bersih
Sumber ilmu,
adab, dan akhlak yang diterima oleh Muhammad bin Abdul Wahab adalah
sumber-sumber yang syar'i, fitrâh, kuat, dan murni. Hal ini merupakan cerminan
dari al-Qur'an, sunnah Nabi, dan jejak peninggalan para salaf al-shâlih yang lepas
dari falsafah dan tasawuf, kesenangan nafsu, dan kerancuan-kerancuan dalam
lingkungan keluarga.
3. Manhâj Yang Baik
Dalam
menjabarkan ketetapan agama kepada para pengikut dan orang-orang menentangnya
adalah manhaj Syar'i yang salaf, murni, bersih dari kotoran-kotoran, asli,
kokoh, terang, realistis, yang berpedoman pada al-Qur'an dan sunnah, serta
patut untuk mendirikan sebuah masyarakat Islami.
4. Berorientasi pada Manhâj Salaf al-Shâlih
Da'wah Islam
Muhammad bin Abdul Wahab dalam segala sesuatu menggunakan manhâj salaf
al-shâlih. Itulah yang membuat manhâj-nya memiliki ciri khas tersendiri, yakni
murni, realiatis, mantap dan meyakinkan. Hasilnya ia sanggup menegakkan syi'ar
dan dasar-dasar agama sangat sempurna, yang meliputi masalah tauhid, shalat,
jihad, amar ma'ruf nahi mungkar, penegak hukum, keadilan, keamanan, tampilnya
keutamaan-keutamaan dan tersembunyinya kerendahan-kerendahan. Agama dan ilmu
menjadi sangat marak di setiap negara yang terjangkau oleh seruan da'wahnya
yang ada di Kerajaan Arab Saudi.
5. Penuh Semangat dan Berwawasan Luas
Hal lain
yang membuat manhâj Muhammad bin Abdul Wahab menjadi istimewa ialah semangat
dan keyakinannya yang sangat tinggi dalam menegakkan kalimat Allah, membela
agama, menyebarkan Sunnah Nabi dan mengobati penyakit-penyakit yang diderita
oleh ummat berupa berbagai macam bid'ah, kemungkaran, kebodohan, perpecahan,
kedzaliman dan keterbelakangan. Semangat yang tinggi dan wawasan luas dalam hal
teori dan praktek yang dimilikinya nampak jelas dari banyak hal. Diantaranya
adalah:
· Perhatiannya yang fokus
terhadap masalah-masalah yang utama, seperti masalah tauhid dan
kewajiban-kewajiban agama, dengan tidak mengenyampingkan masalah-masalah yang
lainnya.
· Kesiapannya sejak dini
untuk menghadapi berbagai rintangan, ditambah wawasan yang luas dan kemampuan
memiliki antipasi yang peka untuk menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi.
6. Kemampuan dan Kesuksesan
Berkat
Muhammad bin Abdul Wahab, Allah berkenan menolong agama dan memuliakan sunnah
Nabi. Ia baru meningal dunia setelah sempat menyaksikan buah da'wahnya yang ia
rintis dengan susah payah, yakni dengan berkibarnya bendera sunnah dan
berdirinya negeri tauhid pada zaman pemerintahan Imam Abdul Aziz bin Muhamad
dan Putranya, Sa'ud. Bendera tersebut terus berkibar melambangkan kejayaan,
kemenangan, kewibawaan, kekuasaan, dan kedamaian. Hal itu dilihat sebagai
dominasi agama dan tenggelamnya berbagai macam bid'ah. Dan, kebanyakan
gerakan-gerakan Islam sekarang ini merupakan kelanjutan yang alami dari gerakan
Salafiyah di jazirah Arab.
Gagasan dan Pemikiran Da’wah
Diantara gagasan dan pemikiran
da'wah Muhammad bin Abdul Wahab adalah :
1. Mengembalikan Islam kepada Al-Quran
dan Sunnah Rasulullah saw.
2. Berpegang teguh kepada manhâj ahl al-Sunnah
dalam mengambil dalil dan membangun kerangka berfikir.
3. Membersihkan faham tauhid untuk
kembali kepada pemahaman yang benar.
4. Berorientasi pada pemahaman tauhid
‘ubudiyah
5. Menghidupkan kewajiban jihad
6. Menghentikan perbuatan bid'ah dan
khurafat yang disebabkan oleh kebodohan.
Metode
Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab
1. Da'wah bî al-Lisân
Salah satu metode da'wah Muhammad Bin Abdul Wahab
adalah dengan menyampaikan da'wahnya secara lemah lembut, walaupun pada
hakikatnya tidak ada kompromi terhadap kemusyrikan. Contohnya ketika Muhammad
bin Abdul Wahab diancam akan dibunuh atau diusir penguasa, yakni Utsman ibn
Ma'mar yang mendapat tekanan dari ‘amir Badawi yang mengirim surat ancaman
kepadanya dan memerintahkannya agar menghabisi nyawa Muhamamab bin Abdul Wahab.
‘Amir Utsman khawatir seandainya ia tidak menuruti kemauannya, ‘amir Badawi itu
akan mogok membayar upeti dan bahkan memeranginya. Maka ia berkata kepada
Muhammad bin Abdul Wahab, "’Amir Badawi telah menyurati kami dan menghendaki
begini dan begitu, sedangkan kami tidaklah mungkin untuk membunuh anda, namun
kami pun takut kepada ‘amir Badawi dan kami tidak mampu untuk menghadapi
serangannya. Karenanya, jika Anda memandang baik untuk keluar dari lingkungan
kami, lakukanlah!". Maka Muhammad bin Abdul Wahab menjelaskan dengan
lidahnya yang fasih,“Bahwasannya yang aku da'wahkan ini adalah agama Alah SWT
dan penerapan secara sebenarnya dalil kalimat lâ ilâha illallâh. Dari kesaksian
Muhammad adalah utusan Allah maka barang siapa berpegang teguh kepada agama
Islam ini dan membelanya dengan segala kesungguhan, niscaya akan ditolong dan
dikukuhkan Allah SWT sehingga dapat menaklukkan negeri-negeri musuhnya. Jika
Tuan sabar, tegak pada yang haq dan menerima karunia da'wah tauhid ini, maka
nantikanlah berita gembira. Allah SWT akan menolong dan membela tuan serta akan
melindungi tuan dari ‘amir Badawi itu dan yang lain, dan Allah SWT pun akan
memberikan kekuatan tuan untuk dapat menundukkan negeri dan kabilahnya."
2. Da'wah bî al-Kitâb
Muhammad bin
Abdul Wahab memusatkan perhatian untuk menekuni kitab-kitab yang bermafaat dan
dikajinya. Sebelumnya Muhammad bin Abdul Wahab memusatkan perhatiannya untuk
menekuni Kitabullah. Ia memiliki buah kajian yang sangat berharga dalam
menafsirkan al-Qur'an dan menggali hukum atau nilai darinya. Ia juga memusatkan
perhatiannya untuk menekuni sirah rasul dan para sahabat. Ia menekuni itu semua
dengan seksama hingga mendapatkan semacam dorongan kekuatan yang dengannya dia
merasa diberi Allah SWT kekukuhan batin pada kebenaran.
Muhammad bin
Abdul Wahab aktif dalam menulis, ia menjadikannya sebagai sarana da'wah dalam
hidupnya. Diantara karyanya yang sangat praktis adalah kitab al-Tawhid al-ladzî
huwa Haqqullâh 'ala al-‘Abid dan Kasyfu al-Syubahât. Kitab ini bila dibanding
dengan kitab-kitab ilmu kalam pada umumnya, baik yang disusun oleh golongan
Mu'tazilah maupun yang dari golongan Asy'ariyyah Maturidiyah, maka jelas sekali
perbedaaanya. Kitab-kitab lain yang merupakan hasil karyanya antara lain Ushl
al-Tsalâtsah wâ Dillâtuh (penjelasan tentang Allah, agama, Islam, dan
Rasulullah), Syurût Sholâh wa arkânuh (syarat dan rukun shalat), al-Qowâ'id
al-‘Arba’ (empat kaidah dalam Islam), Ushl al-Iman, Kitâb al-Kabâir, Kitâb
Fadhâil al-Islam, Nashîhah al-Muslimîn, Sittah mawadhi in al-shirâh, Tafsîr
al-Fâtihah, Masâil al-Jahîliyyah, Tafsîr al-Shahâdah,Tafsîr li Ba'dhi Suwar
al-Qur'ân, Kitâb al-shirah, al-Hadyu al-nabawî .
3. Da'wah bî al-Murâsalah
Da'wah bi
al-Murâsalah atau yang lazim disebut dengan surat menyurat merupakan salah satu
metode yang dipraktekkan oleh Muhamad bin Abdul Wahab dalam menebarkan
da'wahnya. Ia menyisihkan waktunya untuk menulis surat-surat da'wah yang
disampaikan kepada para penguasa dan ulama. Da'wah bi al-Murâsalah merupakan
metode da'wah yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Beliau pernah
mengirim surat kepada raja Najasyi, raja mesir, raja persi, Rum, Amman dan
lainnya.
4. Da'wah
dengan Tangan
Besar
kemungkinan istilah da'wah melalui tangan ini diambil dari istilah tangan
sebagaiman disebutkan dalam hadits Nabi,
"Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah
dia mencegah dengan tangannya, jika dia tidak sangup demikian, maka dengan
lisannya, dan jika tidak sanggup demikian maka dengan hatinya, dan yang ini
adalah selemah-lemah iman". (H.R. Muslim)
Hadits di atas
kiranya menjadi petunjuk dan pendorong bagi Muhammad bin Abdul Wahab untuk
menghancurkan tempat-tempat yang dianggapnya berbau syirik. Hal tersebut dapat
dibuktikan ketika Muhammad Bin Abdul Wahab melakukan da'wah dengan tindakan
nyata untuk menghilangkan ke-jahiliyah-an dengan tangannya sendiri.
Dia pernah berkata kepada
Utsman bin Ma'mar agar menghancurkan kubah yang di bangun di atas kuburan Zaid.
Selain makam Zaid, di sana ada juga makam-makam lain. Salah satunya adalah yang
disebut makam Dhihar al-Azûr. Makam ini pun berkubah dan dihancurkan juga. Ada
juga tempat-tempat yang dikeramatkan seperti kuburan-kuburan, gua-gua dan
pohon-pohon yang disembah, juga disirnakan dan dimusnahkan. Dan masyararakat
pun telah diberi peringatan agar menjauhi dari semua itu.
5. Koalisi Dengan Penguasa
Pada awalnya
Muhammad bin Abdul Wahab berkoalisi dengan ‘amir 'Usamah bin Ma'mar di Uyainah.
Ia berencana untuk membangun Islam dengan sistem ibadahnya yang betul dan
kehidupan sosial yang sehat, jauh dari segala angkara murka dan maksiat. Dengan
dukungan ‘amir 'Utsman bin Ma'mar, ia memerangi segala bentuk takhâyul,
khurafat dan maksiat yang terdapat di sekitarnya.
Tantangan
Terhadap Dakwah Salafiyyah
Sebagaimana
lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan, maka Tuan
Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari
pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah
Tuan Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, baik
berupa buku-buku maupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat
itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan
Arab).Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi
beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan
jilid tebalnya.Sebahagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta
diberi ta'liq dan sudah diterbitkan, sebahagian lainnya sedang dalam proses
penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat
ditulis sendiri oleh Tuan Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luarbiasa
itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa buku-buku pegangan dan
rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin
gerakan tauhidnya.
Tentangan maupun permusuhan yang menghalang
dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
- Permusuhan atau tentangan
atas nama ilmiyah dan agama,
- Atas nama politik yang
berselubung agama.
Bagi yang terakhir,
mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka
untuk memusuhi dakwah Wahabiyah.Mereka menuduh dan memfitnah Tuan Syeikh
sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum khawarij, sebagai orang
yang ingkar terhadap ijma' ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya.Namun
Tuan Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang,
sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa
mempedulikan celaan orang yang mencelanya,
Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh
dakwah beliau:
- Golongan ulama khurafat,
yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu
haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu
dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan
mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta
syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada
orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah
menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu
membenci auliya' dan orang-orang soleh, yang bererti musuh mereka yang
harus segera diperangi.
- Golongan ulama taksub,
yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Tuan Syeikh Muhammad
bin 'Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan
percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Tuan Syeikh yang
disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam
perangkap asabiyah yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan
diri dari belitan ketaksubannya. Lalu menganggap Tuan Syeikh dan para
pengikutnya seperti yang diberitakan, iaitu; anti auliya' dan memusuhi
orang-orang soleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki
Tuan Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.
- Golongan yang takut
kehilangan pangkat dan jabatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini
memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Tuan Syeikh
yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal kerana ditelan oleh
suasana hingar-bingarnya penentang beliau.
Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di
tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Tuan Syeikh dari Najd
ini, yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang
berkepanjangan di antara Tuan Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang
lain. Tuan Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka
menjawabnya. Demikianlah seterusnya.
Detik-Detik
Terakhirnya Beliau
Muhammad bin 'Abdul Wahab
telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar'iyah. Keseluruhan
hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta
mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Dan Allah
telah memanjangkan umurnya sampai 92 tahun, sehingga beliau dapat menyaksikan
sendiri kejayaan dakwah dan kesetiaan pendukung-pendukungnya. Semuanya itu
adalah berkat pertolongan Allah dan berkat dakwah dan jihadnya yang gigih dan
tidak kenal menyerah kalah itu. Kemudian, setelah puas melihat hasil
kemenangannya di seluruh negeri Dar'iyah dan sekitarnya, dengan hati yang
tenang, perasaan yang lega, Muhammad bin 'Abdul Wahab menghadap Tuhannya.
Beliau kembali ke rahmatullah pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan
tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar'iyah (Najd).
3. Jamaluddin Al Afgani (1839-1897)
a.
Riwayat Hidup
Jamaluddin al-Afgani merupakan salah
satu pemberharu Islam yang sangat dikenal. Ia sangat gigih memperjuangkan Islam
meskipun menghadapi rintangan yang mengakibatkan kematiannya.
Jamaluddin al-Afgani nama aslinya
adalah Muhammad Ibnu Safdar al-Husainy. Ia lahir pada tahun 1838 M di Kota
Asadabad. Kawasan distri Kabul, bagian timur Afghanistan. Ia wafat pada tahun
1897 M di Iran dalam status tahanan politk.
Sejak kecil, ia sudah belajar
membaca al-Qur’an, bahasa Arab, Persia, Ilmu tafsir, ilmu hadist, tasawuf, dan
filsafat. Ia juga pernah menuntut ilmu ke Iran dan Irak, pusat perguruan Syiah.
Selama beberapa tahun, ia menjadi murid seorang sarjana syiah bernama Murtada
an-Nasary.
Pada usia 20 tahun, Jamaluddin
al-Afgani menjadi pembantu pangeran Muhammad Khan di Afghanistan pada tahun
1864 M, ia menjadi penasihat Sher Ali Khan, kemudian ia diangkat menjadi
perdana menteri pada masa pemerintahan Muhammad ‘Azham Khan berkat kecerdasan
dan kepribadiannya yang menarik. Jamaluddin al-Afgani banyak memperoleh
pengalaman selam mengembara ke berbagai Negara, seperti ke India dan Mesir. Ia
juga menjadi dosen kaum intelektual di Universitas al-Azhar Mesir. Di antara
muridnya yang cukup terkenal adalah Muhammad Abduh dan Saad Zaglul.
b.
Peranan Jamaluddin al-Afgani di Bidang Politik
Di kalangan umat Islam, Jamaluddin
al-Afgani lebih dikenal sebagai pemimpin pergerakan politik daripada sebagai
pemikir reformis dan modernisasi dalam Islam. Gerakan kesadaran yang dimulainya
mengandung watak intelektual, budaya, sosial, politik dan keagamaan. Jamaluddin
al-Afgani berkeinginan tinggi bahwa suatu saat Islam mampu membuka jalan dan
dapat membendung serta mengatasi pengaruh negative dari barat. Oleh sebab itu,
ia memilih jalan hidupnya sebagai politikus.
Keterlibatannya dalam politik,
memudahkan Jamaluddin untuk membangun hubungan akrab dengan beberapa pemimpin
Negara Islam dan non-Islam. Kesempatan baik ini digunakan Jamaluddin untuk
menyebarkan dan memperkenalkan pikiran dan ide-ide perjuangannya. Maksudnya
mencari dukungan orang-orang yang sepaham dan lebih simpati.
Menurut Harun Nasurtion,
aktivitas-aktivitas politik Jamaluddin al-Afgani sebenarnya didasarkan pada
ide-idenya tetang pembaruan pemikiran dalam Islam. Aktivitas politiknya timbul
sebagai implikasi dari aktivitas pembaruan pemikiran dalam Islam.
Murtada Mutahari, pemikir
kontenporer dari Iran, mengatakan bahwa politik Jamaluddin al-Afgani adalah
sebagai berikut:
a. Mengadakan
perjuangan melawan absolutism pemerintah
Jamaluddin al-Afgani berpendapat bahwa suksesnya
langkah tersebut sangat ditentukan peran aktif umat Islam dan kesadaran
terhadap hak-hak mereka yang diinjak-injak para penguasa (Barat). Tugas awal
yang harus dilakukan adalah mengukuhkan keyakinan bahwa perjuangan politik
merupakan kewajiban agama dan panggilan suci. Tugas ini menegaskan perlunya
penekanan hubungan antara agama dan politik. Dalam Islam, hubungan antara agama
dan politik bagaikan dua sisi mata uang yang tiak mungkin dipisahkan.
b. Mengerjakan
ketertinggalan umat islam dalam pengetahuan, sains, dan teknologi modern
Langkah ini diambil Jamaluddin al-Afgani dengan
cara mendirikan sekolah atau perguruan tinggi dan membentuk masyarakat ilmiah.
c. Mengembalikan
pemahaman umat Islam terhadap ajaran-ajaran sumber aslinya
Jamaluddin al-Afgani memasukkan langkha ini agar umat
Islam kembali pada al-Qur’an, sunah dan keteladanan para sahabat pada permulaan
Islam. Dengan demikian, praktik korupsi dan manipulasi dapat dihilangkan.
d. Berjuang melawan
kolonialisme asing (Barat)
Langkah ini berdasarkan pada realita bahwa Negara-negara
Barat terlalu campur tangan terhadap urusan-urusan politik Negara Islam.
Negara-negara Barat secara eksploitatif telah menjajah umat Islam, khususnya di
bidang ekonomi, mereka mengeruk sumber-sumber kekuatan dan kekayaan ekonomi
Negara Islam. Bahkan, mereka memasukkan unsur-unsur kultur barat ke dalam
kultur kau muslmin. Menghadapi kenyataan ini, Jamluddin al-Alfgani membakar
semangat untuk mengenyahkan penjajahan Barat meskipun dimusuhi penguasa Barat,
akibatnya ia terpaksa harus berpindah-pindah dari Mesir ke India, Iran, Hijaz,
Yaman, Turki, Rusia, Jerman, Perancis, dan Inggris.
e. Membangkitkan
slogan persatuan Islam
Jamaluddin al-Afgani mementingkan langkah ini bagi
umat Islam walaupun mereka berbeda mazhab atau aliran. Ia tidak suka dengan
istilah Sunni, Syi’ah, atau fanatisme pada sekte tertentu. Jamaluddin al-Afgani
sangat gigih memperjuangakan penolakannya terhadap paham sekterianisme dan
nasionalisme menurut konsep Barat. Kedua paham ini terbukti merongrong ajaran
dasar Islam. Oleh karena itu, ia berusaha mempersatukan dengan satu tali
pengikat yaitu agama Islam (Pan-Islamisme).
c.
Konsep Pan-Islamisme Jamaluddin al-Afgani
Gerakan Pan-Islamisme didirikan oleh
Jamaluddin al-Afgani yang berpusat di Kabul, Afghanistan. Adapun tujuan didirikannya
gerakan Pan-Islamisme adalah untuk memajukan umat Islam, menyatukan aliran
modern, dan membentuk persatuan semua umat Islam di bawah satu khalifah pusat,
sebagaimana pada zaman khalifah-khalifah terdahulu.
Gerakan Pan-Islamisme yang dimotori
Jamaluddin al-Afgani terkenal sanat revolusioner dan antiimperialis. Oleh
karena itu, ia disebut seorang penggerak Islam pada abad ke-19.
Pokok ajaran-ajaran Jamaluddin al-Afgani, antara lain:
a. Menggugah
rasa solidaritas (ukhwah) mukmin seluruh dunia dan sebagai muktamarnya adalah
ibadah haji di Mekkah;
b. Nasrani
sekalipun berbeda keturunan kebangsaan, ketika menghadapi Timur (Islam), dapat
bersatu untuk menghacurkan dunia Islam;
c. Mengenyahkan
segala fanatisme golongan dan nasionalisme kebangsaan untuk menggalang kekuatan
guna mengusir segala bentuk imperilisme Barat;
d. Bersatunya
umat Islam yang tidak mengenal suku bangsa akan menciptakan sesuatu peradaban
yang maju.
d.
Peranan Jamaluddin al-Afgani pada Penerbitan ‘Urwatul Wuṡqā
Karena persoalan pilitik di Mesir,
Jamaluddin al-Afgani akhirnya pergi ke Paris (Prancis). Di Paris inilah
akhirnya ia mendirikan sebuah organisasi bernama ‘Urwatul Wuṡqā yang
beranggotakan muslim militant dari India, Mesir, Syiria, dan Afrika Utara.
Organisasi tersebut bertjuan memperkuat persaudaraan Islam, dan mendorong umat
Islam mencapai kemajuan.
Oraganisasi ‘Urwatul Wuṡqā
menebitkan majalah dalam bahasa arab yang bernama ‘Urwatul Wuṡqā. Karena
isi gagasannya dianggap terlalu keras mengancam kekuasan penjajah Barat,
majalah tersebut akhirnya dibredel dan dilarang beredar.
e.
Meneladani Sikap Jamaluddin al-Afgani
Nama Jamaluddin al-Afgani sering
diindentikan dengan dua gerakan yang secara gencar ia serukan. Pertama adalah
nasionalisme yang dikampanyeannya, terutama di Mesir dan India untuk menentang
Pan-Islamisme. Kedua adalah Pan-Islamisme atau persatuan Negara-negara Islam.
Kejayaan melalui tersatuan inilah salah satu kunci pemikiran al-Afgani.
Menurutnya, persatuan termasuk salah satu tiang agama Islam. Untuk itu ia
mengimbau Negara-negara Islam agar bersatu.
Sikap Jamaluddin al-Afgani sebagai
seorang nasionalis, pemikir, dan pembaru patut kita teladani. Setidaknya, ada
tiga faktor, yaitu:
a. Seorang
penggagas Pan-Islamisme, nasionalisme, anti-kolonialisme dan modernisme Islam;
b.
Seorang orator dan pembicara yang kharismatik;
c. Sering
berkunjung ke Negara-negara Islam, yang memungkinkan untuk menyebarkan
gagasannya kepada orang banyak;
d.
Menyerukan persatuan dan kesatuan sebagai sendi kekuatan umat islam;
e.
Menafsirkan kembali nilai-nilai Islam.
f. Ide
Pembaharuanya
Melenyapkan pengertian-pengertian salah
yang dianut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar islam
yang sebenarnya. Hati musti disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali,
dan demikian pula kesedihan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman
dengan ajaran-ajaran dasar islam, umat islam akan dapat bergerak maju mencapai
kemajuan.
4.
Muhammad Abduh
a.
Riwayat Hidup
Muhammad Abduh merupakan salah satu
tokoh pembaru Islam. Ia adalah murid dari Jamaluddin al-Afgani. Dalam
perjuangannya, ia banyak memiliki kesamaan dengan gurunya.
Muhammad Abduh lahir di Mesir tahun
1949 M. Ayahnya Abduh Hasan Khairullah, bersal dari Turki, sedangkan ibunya
seorang Arab yang silsilahnya sampai kepada suku Umar bin Khattab.
Muhammad Abduh termasuk anak yang
cerdas, meskipun berasal dari keluarga petani miskin. Sejak kecil ia tekun
belajar. Ia melanjutkan studinya di al-Azhar.
Ketika di al-Azhar, ia bertemu
dengan Jamaluddin al-Afgani yang datang dari mesir. Ia sangat terkesan dengan
pemikiran-pemikiran Jamaluddin al-Afgani.
Setelah menamatkan studinya di al-Azhar tahun 1977 M,
ia mengajar di sana, kemudian Darul Ulum serta di rumahnya. Selain itu, ia juga
aktif menulis di al-Ahram.
b.
Peranan Muhammad Abduh di Bidang Politik
Akibat ketidaksenangan dan
perlawanannya terhadap penguasa, ia dan Jamaluddin al-Afgani diusir ke paris.
Di kota ini, mereka mendirikan majalah ‘Urwatul Wuṡqā.
Setelah selama setahun di Perancis. ia diizinkan
kembali ke Mesir dan kemudian diangat menjadi rector al-Azhar, Kairo.
Sebagai rector, ia memasukkan
kurikulum filsafat dalam pendidikan di al-Azhar. Upaya ini dilakukan untuk
mengubah cara berfikir orang-orang al-Azhar. Usahanya ini mendapat tantangan
keras dari para syekh al-Azhar lainnya yang masih berpikiran kolot. Oleh karena
itu, usaha pembaruan yang dilakukannya lewat pendidikan di al-Azhar tidak
berhasil. Meskipun begitu, ide-ide pembaruan yang dibawa Muhammad Abduh membawa
dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam Islam.
c.
Pemikiran Pembaruan Muhammad Abduh
Diantara ide-ide pembaruan yang
dicanangkan Muhammad Abduh, antara lain:
a.
Penghapusan paham jumud yang berkembang di dunia Islam saat itu;
b.
Pembukuan pintu ijtihad sebagai dasar yang penting dalam menginterprestasikan
kembali ajaran Islam;
c.
Kekuasaan Negara harus dibatasi konstitusi yang telah dibuat Negara
bersangkutan;
d.
Memodernisasikan system pendidikan Islam di al-Azhar.
d.
Menilai Pemikiran Pembaruan Muhammad Abduh
Syaikh Muhammad Abduh adalah salah
seorang murid Jamaluddin al-Afgani yang cerdas dan cemerlang. Berbeda dengan
sang guru, ia menyusun teori aktualisasi dan realitas Islam, bukan dengan
terlebih dahulu merebut kekuasaan politik dan melakukan kontrol sosial. Dalam
pandangan Abduh, untuk melaksanakan konsep seperti di atas, hal pertama yang
harus dilakukan dunia Islam adalah menyadarkan kembali pada kemampuan dan
kebebasan pemikiran rasional manusia di kalangan masyarakat Islam. Cara dengan
menyadarkan dan membangkitkan semangat berpikir masyarakat Islam melalui
pendidikan dengan mengorbankan semangat ijtihad, sebagaimana jalan yang pernah
ditempuh Ibnu Taymiyah.
Muhammad Abduh dengan semangat baja
berhasil memasukkan mata kuliah filsafat pada kurikulum Univesitas al-Azhar di
Kairo, Mesir. Pandangan Abduh tersebut akhirnya membangkitkan kesadaran
perlunya lembaga pendidikan sebagai wahana peningkatan kemampuan pemikiran
rasional sebagai salah satu factor berijtihad. Usaha Abduh akhirnya mampu
melahirkan pemikiran-pemikiran kreatif dari kalangan masyarakat Islam pada
periode generasi sesudahnya. Dari kuliah dan tulisan Muhammad Abduh dapat
dilihat kecenderungannya untuk menyajikan nilai-nilai modern yang intelektualistik.
Lebih jauh, Muhammad Abduh
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang konsisten mengajurkan
penggunaan kemampuan manusia yang paling mapan dan objekti, yaitu kemampuan
berfikir logis dan rasional. Konsepsi metodologis untuk mengembangkan pemikiran
dan kemampuan manusia yang demikian itu baginya adalah filsafat. Menurut
pandangan dan pemikiran Muhammad Abduh. Islam dan iman sebagai petunjuk Allah
tidak mungkin bertentangan. Iman merupakan prinsip dasar eksistensi Islam.
Sejalan dengan metodoligi
filosofinya, ia mengatakan bahwa eksistensi Islam secara sosiologis semata-mata
menjadi tanggung jawab manusia. pernyataan Muhammad Abduh bahwa al-Islam
Mahjubun bil-Muslimin, di mana realitas umat Islam tidak identic dengan
kecemerlangan namanya. Hal itu merupakan konsep filosofisnya tentang perlunya
peningkatan kemampuan pemikiran rasional manusia dalam suasana merdeka dan
bebas aktif. Tujuannya untuk memperoleh hidayah dan memahami nilai ajaran
Islam. Sayangnya, konsepsi itu tidak banyak dimengerti dunia Islam sendiri
secara lebih tuntas.
Dengan ijtihad dan melalui penerapan
metodologi filosofis, kecemerlangan dan ketinggian umat Islam akan dapat
dipahami dan dimengerti manusia. dengan metodologi tersebut misteri ajaran
Islam dapat diuraikan dalam dunia kemanusiaan secara sosiologis. Dengan
demikian, ajaran Islam dapat diaktualisasikan dan direalisasikan secara
fungsional sebagai petunjuk dan pedoman manusia. akhirnya, manusia dapat menata
dan memperoleh kebahagiaan hidup.
Buku Muhammad Abduh yang terkenal
dan berjudul Risalah at-Tauhid, memberi bukti kemampuan pemikiran
rasional dan kritisnya sebagai ahli dalam ilmu kalam. Misteri hidayah Allah swt
adalah sesuatu yang dapat dan harus dipahami manusia secara rasional. Berbagai
pemikiran rasional, kritik, dan metodologi filosofis Muhammad Abduh harus
dipahami sebagai upaya kemanusiaan yang bebas dalam konteks memahami, mengerti
dan mengurai misteri hidayah Allah swt.
5.
Rasyid Ridla (1865-1935)
Muhammad Rasyid Rida adalah salah
satu seorang murid Muhammad Abduh, seperti pendahulunya, ia pun melakukan
pembaruan dalam pemikiran Islam.
Rasyid Rida dilahirkan di al-Qalamun
di pesisir Laut Tengah pada tanggal 23 september 1865 M. pendidikannya bermula
dari Madrasah al-Kitab di al-Qalamun dan dilanjutkan ke Madrasah Rasyidah di
Tripoli. Disini ia belajar nahwu, sharaf, berhitung, dasar-dasar geografi,
akidah, ibadah, serta bahasa Arab dan Turki. Akan tetapi, ia tidak betah
sekolah di sini karena bahasa pengantarnya bahasa Turki.
1.
Peranan Muhammad Rasyid Rida dalam Pengembangan Pemikiran Muhammad Abduh
Rasyid Rida melanjutkan pendidikan
tingginya di al-Azhar tahun 1989 M dan berguru kepada Muhammad Abduh.
Bersama-sama Abdu, Rasyid Rida menerbitkan majalah al-Manar. Majalah ini
memiliki tujuan yang sama dengan ‘Urwatul Wuṡqā, di antaranya adalah
pembaruan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, memberantas khufat dan bid’ah,
menghilangkan paham fatalism, serta paham-paham yang dibawa tarekat. Ia juga
meminta gurunya, Muhammad Abduh untuk menulis tafsir al-Qur’an secara modern.
Kemudian tafsir itu di kenal dengan al-Manār.
Tafsri al-Manār ini disususn Rasyid Rida berdsarkan caramah-ceramah
Muhammad Abduh. Karena Abduh wafat sebelum menyelesaikan tafsir seluruh ayat
al-Qur’an, Rasyid Rida kemudian menyelesaikannya.
2.
Pemikiran pembaruan Muhammad Rasyid Rida
Di antara ide-ide pemikiran
pembaruan Muhammad Rasyid Rida adalah sebagai berikut:
a.
Sikap aktif dan dinamis di kalangan umat.
b.
Umat Islam harus meninggalkan sikaf fanatisme (taasubiyah).
c.
Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat atau hadis dengan tidak
meninggalkan prinsip umum.
d.
Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi jika ingin maju.
e.
Kemundururan umat islam disebabkan banyaknya unsur bidah dan khurafat yang
masuk ke dalam ajaran Islam.
f.
Kebahagian di dunia dan di akhirat diperoleh melalui hukum Islam yang
diciptakan Allah swt.
g.
Perlunya menghidupkan kembali system pemerintahan khalifah.
h. Khalifah
adalah penguasa di seluruh dunia Islam yang mengurusi bidang agama dan politik.
i.
Khalifah haruslah seorang yang mujtahid yang dibantu ulama dalam menerpkan
prinsip-prinsip hukum Islam dengan tuntunan zaman.
6.
Ahmad Khan (1817-1898)
a.
Riwayat Hidup
Sayyid Ahmad Khan berasal dari
keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia
dilahirkan di Delhi pada tahun 1817 M. Nenek dari Syyaid Ahmad Khan adalah
Syyid Hadi yang menjadi pembesar istana pada zaman Alamaghir II ( 1754-1759 )
dan dia sejak kecil mengenyam pendidikan tradisional dalam wilayah pengetahuan
Agama dan belajar bahasa Arab dan juga pula belajar bahasa Persia. Ia adalah
sosok orang yang gemar membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia
ketika berumur belasan tahun dia bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula
sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang ke kota kelahirannya
Delhi.
Di kota inilah dia gunakan waktunya
dan kesempatannya untuk menimba ilmu serta bergaul dengan tokoh – tokoh ,
pemuka Agama dan sekaligus mempelajari serta melihat peninggalan – peninggalan
kejayaan Islam, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud
Khan, dan Nawab Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang
yang mana karyanya yang pertama adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun
1855 dia pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang
buku – buku penting mengenai Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi
pemberontakan dan kekacauan di akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan
timbulnya kekerasan ( anarkis ) terhadap penduduk India. Ketika dia melihat
keadaan masyarakat India kususnya Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India
menuju Mesir, tetapi dia sadar dan terketuk hatinya harus memperjuangkan umat
Islam India agar memjadi maju, maka ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan
dan konflik, serta mejadi penolong orang Inggris dari pembunuhan, hingga di
beri gelar Sir, tetapi ia menolaknya atas gelar yang di berikan
tersebut. Pada tahun 1861 ia mendirikan sekolah Inggris di Muradabad, dan pada
tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC
) di Aligarh yamg merupakan karya yamg paling bersejarah dan berpengaruh untuk
memajukan perkembangan dan kemajuan Islam di India.
Ketika Inggris menginjakkan kakinya dan menancapkan
benderanya di India, kemudian runtuhlah perbendaharaan Kerajaan Timur (diambil
dari nama Timurlenk pendiri kedaulatan Mongol pada abad ke enambelas Masehi).
Yang menjadi tujuan mereka adalah untuk melemahkan aqidah ummat Islam dan agar
mereka (ummat Islam) menganut paham orang-orang Inggris. Tujuan yang lain
adalah untuk mempersempit kehidupan ummat Islam dengan mengadakan berbagai
penekanan dan paksaan-paksaan. Dengan demikian maka ummat Islam tidak akan
mengenal aqidah Islam yang sebenarnya dan akan melalaikan kewajibannya. Ketika
para pemerintah lalim itu gagal memanfaatkan cara pertama, mereka mempergunakan
cara yang kedua. Mereka mulai merencanakan untuk menghilangkan Agama Islam dari
India, sebab mereka hanya takut menghadapi kaum muslimin yang kehilangan
pemimpin dan hak-hak mereka.
Maka datanglah seorang bernama Sayyid Ahmad
Khan (gelar bangsawan di India) mendekati penjajah Inggris untuk meraih
keuntungan. Mulai dia melangkah untuk meninggalkan agamanya (Islam) dan
menganut agama yang dipeluk oleh bangsa Inggris. Ia mulai menulis sebuah buku
dimana ia menyatakan bahwa Taurat dan Injil tidak pernah diubah-ubah oleh
tangan manusia, untuk mendapatkan pangkat dari tangan penjajah. Orang Inggris
tidak percaya kepadanya sehingga ia benar-benar menyatakan bahwa dirinya adalah
“seorang Kristen”.
Ia sadar bahwa usahanya yang hina ini sia-sia belaka
dan ia tidak mampu mengubah agama penganut Islam kecuali beberapa orang saja.
Maka ia memulai cara lain dalam pengabdiannya kepada pemerintah Inggris: dengan
memecah belah persatuan ummat Islam. Ia memunculkan dirinya sebagai seorang
naturalis ateis dan menyatakan bahwa tak ada sesuatu apapun kecuali alam
(nature) dan bahwa alam ini tidak ada Tuhan yang menciptakan, Ia menyatakan
bahwa semua Nabi adalah naturalis, tidak percaya kepada Tuhan yang membuat
undang-undang. Pemerintah Inggris merasa bahagia dengan usahanya itu, dan
melihat bahwa cara tersebut adalah yang paling baik untuk merusak hati kaum
Muslimin. Mereka menghormati dan menjunjung Ahmad Khan dan membantu dia untuk
mendirikan sekolah di Alighar dengan nama sekolah “Muhammadiyin”, sebagai
perangkap untuk menghimpun pemuda-pemuda Mu’min dan dididik menurut pemikiran
Ahmad Khan.
Ahmad Khan juga menulis sebuah tafsir Al Qur’an,
dimana ia banyak mengubah maksud yang sebenarnya. Ia menerbitkan majalah
bernama Tahdzibul-Akhlaq yang isinya hanya membingungkan pikiran kaum
Muslimin dan memecah belah mereka serta menyalakan api permusuhan antara ummat
Islam India dan yang lain, khususnya warga kerajaan Ottoman. Secara terus
terang ia menghilangkan seluruh agama yang ada, namun pada hakekatnya agama
Islam, Ia mengajak manusia untuk kembali ke “alam”, dengan alasan bahwa bangsa
Eropa tidak akan maju peradabannya dan tidak akan memiliki ilmu pengetahuan,
kerendahan hati dan kekuatan yang begitu tinggi kecuali dengan membuang agama
dan kembali kepada maksud agama yang sebenarnya, yaitu menyelidiki nature
(alam). Itulah pendapatnya.
Sistem penafsiran Ahmad Khan terhadap Al Qur’an
didasarkan atas dasar nature (alam), yang menentang adanya Mu’jizat dan hal-hal
yang ada diluar kebiasaan. Maka ia menyatakan bahwa “kenabian” adalah tujuan
yang dapat diperoleh dengan jalan latihan jiwa (Riyadloh Nafsiyah), tujuan
tersebut adalah alami dan manusiawi, dan caranya pun manusiawi tidak luar
biasa. Namun demikian ia mengakui Muhammad sebagai penutup Risalah Ilahi.
Ketika menerangkan ayat tentang peperangan, ia
melemahkan kewajiban jihad pada masa yang akan datang. Dan ayat yang
berhubungan dengan Ahlul Kitab, ia tafsirkan bahwa tak ada jarak antara ahlul
kitab dan ummat Islam. Ia mengajak kerja sama antara orang-orang Islam dan
orang-orang Barat, ia mengajak kepada Humanisme Agama (yakni kemanusiaan yang
dianjurkan oleh semua agama samawi). Dalam konsep tersebut tak ada perbedaan
negara, bangsa, agama, dan paham. Dengan demikian Ahmad Khan memiliki jasa di
bidang politik dan pendidikan disertai motivasi pembaharuan agama.
Sayyid Ahmad Khan yang kemudian dihujat dan dicap
kafir oleh para ulama’ Makkah, beliau tidak langsung putus asa dalam
memperjuangkan pendapatnya, bahkan beliau tidak menggubrisnya. Sementara menurut
cendekiawan muda Muslim India, beliau diagungkan karena memiliki ide-ide yang
cemerlang untuk membangkitkan ummat Islam India dari keterpurukan.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa
peningkatan kedudukan umat Islam India, dapat diwujudkan hanya dengan bekerja
sama dengan Inggris. Inggris merupakan penguasa yang terkuat di India dan
menentang kekuasaan, itu tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal
ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari
masyarakat Hindhu India.
Jalan yang harus ditempuh umat Islam
untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan itu bukanlah
bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki dan
memperkuat hubungan baik dengan Inggris.
Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris
bahwa dalam pemberontakan 1857, umat Islam tidak memainkan peranan utama. Untuk
itu Ia keluarkan pamflet yang mengandung penjelasan tentang hal-hal yang
membawa pada pecahnya pemberontakan 1857. diantara sebab-sebab yang ia sebut
adalah yang berikut:
1.
Intervensi Inggris dalam soal keagamaan, seperti pendidikan agama Kristen yang
diberikan kepada yatim piatu di panti-panti yang diasuh oleh orang Inggris,
pembentukan sekolah-sekolah misi Kristen, dan penghapusan pendidikan agama dari
perguruan-perguruan tinggi.
2. Tidak
turut sertanya orang-orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam
lembaga-lembaga perwakilan rakyat, hal yang membawa kepada:
· Rakyat
India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggris, mereka anggap Inggris datang
untuk merobah agama mereka menjadi Kristen.
· Pemerintah
Inggris tidak mengetahui keluhan-keluhan rakyat India.
· Pemerintah
Inggris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan rakyat India, sedang
kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada hubungan baik dengan rakyat.
Sikap tidak menghargai dan tidak menghormati rakyat India, membawa kepada
akibat yang tidak baik.
Atas usaha-usahanya dan atas sikap
setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil
dalam merobah pandangan Inggris terhadap umat Islam India. Dan sementara itu
anjuran supaya jangan mengambil sikap melawan tetapi sikap berteman dan
bersahabat dengan Inggris untuk menjalin hubungan baik antara orang Inggris dan
umat Islam. Agar umat Islam dapat ditolong dari kemundurannya, telah dapat
diwujudkan dimasa hidupnya.
Diantara ide-ide yang cemerlang itu
adalah sebagai berikut :
1. Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan
kedudukan ummat Islam India, dapat diwujudkan dengan hanya bekerjasama dengan
Inggris. Inggris merupakan penguasa terkuat di India, dan menentang kekuasaan
itu tidak membawa kebaikan bagi ummat Islam India. Hal ini akan membuat mereka
tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India.
Disamping itu dasar ketinggian dan kekuatan barat, termasuk didalamnya Inggris,
ialah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk dapat maju, ummat Islam
harus pula menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang
harus ditempuh ummat Islam untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern
yang diperlukan itu bukanlah kerjasama dengan Hindu dalam menentang Inggris
tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris. Ia berusaha
meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, ummat Islam tidak
memainkan peranan utama. Atas usaha-usahanya dan atas sikap setia yang ia
tunjukkan terhadap Inggris. Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah
pandangan Ingris terhadap ummat Islam India. Dan sementara itu kepada ummat
Islam ia anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman
dan bersahabat dengan inggris. Cita citanya untuk menjalani hubungan baik
antara inggris dan umat islam, agar demikian ummat islam dapat di tolong dari
kemunduranya ,telah dapat di wujudkan di masa hidupnya.
2. Sayid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India
mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik
telah hilang dan telah timbul peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini
ialah ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern
adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal mendapat penghargaan
tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang percaya kapada
wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas. Karena ia
percaya pada kekuatan dan kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia
percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan
melakukan perbuatan Alam, Sayyid Ahmad Khan selanjutnya, berjalan dan beredar
sesuai dengan hukum alam yang telah ditentukan Tuhan itu. Segalanya dalam alam
terjadi menurut hukum sebab akibat. Tetapi wujud semuanya tergantung pada sebab
pertama (Tuhan). Kalau ada sesuatu yang putus hubungannya dengan sebab pertama,
maka wujud sesuatu itu akan lenyap.
3. Sejalan dengan ide-ide diatas, ia menolak faham
Taklid bahkan tidak segan-segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam
menurut pendapatnya hanyalah Al Qur’an dan Al Hadist. Pendapat ulama’ di masa
lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan diantara pendapat mereka ada yang tidak
sesuai lagi dengan zaman modern. Pendapat serupa itu dapat ditinggalkan.
Masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan dan oleh karena itu perlu
diadakan ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan
suasana masyarakat yang berobah itu. Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qiyas
baginya tidak merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat absolute. Hadits juga
tidak semuanya diterimanya karena ada hadits buat-buatan. Hadits dapat ia
terima sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang
keasliannya.
4. Yang menjadi dasar bagi system perkawinan dalam
Islam, menurut pendapatnya, adalah system monogamy, dan bukan system poligami
sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama’-ulama’ dizaman itu. Poligami adalah
pengecualian bagi system monogamy itu. Poligami tidak dianjurkan tetapi
dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Hukum pemotongan tangan bagi pencuri
bukan suatu hukum yang wajib dilaksanakan, tetapi hanya merupakan hukum
maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Disamping hukum potong tangan
terdapat hukum penjara bagi pencuri. Perbudakan yang disebut dalam Al Qur’an
hanyalah terbatas pada hari-hari pertama dari perjuangan Islam. Sesudah jatuh
dan menyerahnya kota Makkah, perbudakan tidak dibolehkan lagi dalam Islam.
Tujuan sebenarnya dari do’a ialah merasakan kehadiran Tuhan, dengan lain kata
do’a diperlukan untuk urusan spiritual dan ketenteraman jiwa. Faham bahwa
tujuan do’a adalah meminta sesuatu dari Tuhan dan bahwa Tuhan mengabulkan
permintaan itu, ia tolak. Kebanyakan do’a, demikian ia menjelaskan, tidak
pernah dikabulkan Tuhan.
5. Dalam ide politik, Sayyid Ahmad Khan, berpendapat
bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu Negara
dengan ummat Hindu. Ummat Islam harus mempunyai Negara tersendiri,. Bersatu
dengan ummat Hindu dalam satu Negara akan membuat minoritas Islam yang rendah
kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas ummat Hindu yang lebih tinggi
kemajuannya.
Inilah pokok-pokok pemikiran Sayyid Ahmad Khan
mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang dimajukannya banyak persamaannya
dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir. Kedua pemuka pembaharuan ini
sama-sama memberi penghargaan tinggi kepada akal manusia, sama-sama menganut
faham Qadariyah, sama-sama percaya kepada hukum alam ciptaan Tuhan,
sama-sama menentang taklid, dan sama-sama membuka pintu ijtihad yang dianggap
tertutup oleh ummat Islam pada umumnya diwaktu itu.
D. Usaha-usaha yang dicapai oleh
Sayyid Ahmad Khan.
Sebagai telah tersebut diatas, jalan bagi ummat Islam
India untuk melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan,
ialah memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Dan agar yang
tersebut akhir ini dapat dicapai sikap mental ummat yang kurang percaya kepada
kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada
kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, harus dirubah
terlebih dahulu.
Perubahan sikap mental itu ia usahakan melalui
tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel-artikel dalam bentuk majalah
Tahzib Al Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga ia tidak lupakan, bahkan pada
akhirnya kedalam lapangan inilah ia curahkan perhatian dan pusatkan usahanya.Di
tahun 1876 ia dirikan sekolah Inggris di Muradabad.
Di tahun 1879 ia mendirikan sekolah Muhammedan Anglo
Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang bersejarah dan
berpengaruh dalam cita-citanya untuk memajukan ummat Islam India.